Makanan biru merujuk pada sumber pangan yang berasal dari berbagai ekosistem perairan, termasuk laut, wilayah pesisir, sungai, danau, serta termasuk dalam kategori ini adalah ikan, rumput laut, moluska, dan krustasea. Di tengah tantangan saat ini, di mana keanekaragaman hayati semakin terancam, blue food menawarkan alternatif pangan yang rendah emisi karbon, kaya akan nutrisi, dan berkontribusi pada ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan berbasis perairan.
Diskusi dalam panel menghadirkan beragam ahli yang berbicara lintas disiplin ilmu. Salah satu panelis, Dr. Tukul Rameyo Adi dari IPB University, mengupas berbagai potensi yang dimiliki dalam mendekarbonisasi sistem pangan melalui peningkatan konsumsi makanan biru. Meilati Batubara, Direktur Eksekutif dari NUSA Indonesian Gastronomy Foundation, juga menekankan betapa pentingnya blue food dalam menjaga keberlanjutan cita rasa dan identitas kuliner Indonesia yang kaya. "Makanan biru adalah jembatan antara kebijaksanaan lokal dan inovasi pangan masa depan," ujar Meilati.
Atin Prabandari, Ph.D. dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengangkat topik yang sangat relevan, yakni peran perempuan dalam rantai pasok pangan laut yang kerap kali kurang mendapat perhatian. Kehadiran mereka sangat vital untuk memastikan sistem pangan berkelanjutan, terutama dalam komunitas perikanan.