Untuk mengantisipasi manipulasi anggaran, BGN menerapkan sistem at cost dengan mengacu pada harga pasar. Setiap bahan baku maupun operasional dapur MBG harus sesuai dengan referensi harga yang ditetapkan. Upaya mark up harga oleh mitra pun langsung terdeteksi dan ditindak tegas. “Kalau ada yang menaikkan harga di atas pasar, dalam waktu singkat akan ketahuan dan harus segera dikembalikan,” kata Dadan.
Dalam hal pengawasan, BGN juga menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menindak para mitra yang mencoba memainkan harga. Sejumlah kasus mark up sudah ditemukan, dan pihak terkait diminta mengembalikan kelebihan klaim yang diajukan. “BPKP memeriksa harga pasar, lalu mencocokkannya dengan klaim. Jika lebih tinggi, kelebihannya harus dikembalikan. Sudah ada beberapa yang ditindak,” jelasnya.
Lebih jauh, Dadan menegaskan bahwa program MBG tidak hanya berorientasi pada pemenuhan gizi semata, tetapi juga sebagai penggerak ekonomi masyarakat. Hingga pertengahan Agustus 2025, BGN mencatat sudah berdiri 5.905 dapur MBG atau SPPG yang melayani sekitar 20,5 juta penerima manfaat. Pembangunan infrastruktur dapur itu dilakukan melalui kerja sama dengan pengusaha lokal, organisasi masyarakat, hingga lembaga swadaya masyarakat, dengan investasi masyarakat mencapai Rp12 triliun, tanpa menambah beban pada APBN 2025.