Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa proses legalisasi ganja sebagai obat harus sesuai dengan kaidah pengembangan obat, didukung oleh data uji klinis terkait, dan didaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Untuk ganja, tidak bisa menggunakan regulasi seperti obat herbal lainnya yang tidak mengandung senyawa psikoaktif," tambahnya.
Dilansir dari Reuters, Thailand akan berupaya untuk melegalkan ganja demi kepentingan medis. Hal ini cukup mengejutkan mengingat bahwa sebelumnya, Thailand telah mengizinkan penggunaan ganja untuk rekreasi sejak tahun 2022. Namun, setelah dua tahun berlalu, negara ini menghadapi masalah dengan pertumbuhan signifikan dari berbagai toko dan ritel ganja.
"Saya menginginkan Kementerian Kesehatan untuk mengubah peraturan dan memasukkan kembali ganja ke dalam daftar narkotika," ungkap Perdana Menteri Srettha Thavisin melalui platform media sosial X pada bulan Mei lalu.
Dari kedua pernyataan tersebut, terlihat bahwa Thailand tengah mengubah pandangannya terhadap penggunaan ganja, dari awalnya sebagai obat rekreasi menjadi obat kesehatan dan medis. Tindakan ini bertujuan untuk merespon kebutuhan medis masyarakat yang membutuhkan ganja sebagai bagian dari terapi medis. Meski hal ini dijalankan oleh Thailand, Indonesia justru mengambil langkah yang berbeda dengan menegaskan larangan ganja untuk keperluan medis.