"Pada 2023, barang tersebut diinformasikan kembali kepada DHL untuk memperbaiki alamat, dokumen, dan lain-lain. Namun, komunikasi ini hanya sampai kepada PJT, belum mencapai kami di Bea Cukai. Kami hanya diinformasikan bahwa barang ini kiriman dan kami kemudian memberikan tarifnya. Namun, dokumentasi dan proses lainnya masih berada di DHL dan diurus oleh importirnya," jelasnya.
Kemudian pada 2024, masalah ini mencuat di media sosial hingga mendapat perhatian publik. Bea Cukai pun menindaklanjuti hingga diketahui bahwa barang tersebut sebenarnya merupakan hibah, bukan barang kiriman biasa.
Setelah mengetahui masalah ini, pemerintah memfasilitasi keluarnya 20 keyboard braille dari wilayah kepabeanan tanpa dikenakan biaya bea masuk. Pemerintah memiliki regulasi untuk memfasilitasi barang hibah bagi pendidikan maupun kegiatan sosial lainnya.
"Jika tidak ada pemberitahuan sebelumnya, kami tidak akan mengerti bahwa barang ini hibah. Setelah kami mengetahui, kami memberikan jalan keluar," kata Askolani.