Ia menjelaskan bahwa keyboard braille untuk SLB awalnya masuk dengan fasilitas pengiriman DHL melalui mekanisme barang kiriman, bukan hibah. Oleh karena itu, Bea Cukai membebankan tarif sesuai dengan ketentuan pemerintah.
Bea Cukai menetapkan nilai barang tersebut sebesar Rp 361,03 juta dengan permintaan kepada pihak sekolah untuk membayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) sebesar Rp 116 juta, serta biaya penyimpanan gudang yang dihitung per hari.
"Tidak ada informasi mengenai hibah pada awalnya sehingga kami tetap memperlakukan barang ini sebagai barang kiriman dengan tarif kepabeanan," ungkap Askolani.
Besarnya tarif yang dikenakan membuat proses pengurusan 20 keyboard braille tidak dilanjutkan pada 2022. Barang tersebut hanya tersimpan di gudang DHL dan ditetapkan sebagai barang tak dikuasai (BTD) oleh Bea Cukai.