Kasus seperti ini menunjukkan adanya potensi tindak pidana terkait perizinan dan penyalahgunaan jasa travel di dalam industri perjalanan ibadah umrah dan haji. Oleh karena itu, pihak berwenang di Indonesia dan Arab Saudi perlu bekerja sama dalam menangani kasus-kasus semacam ini guna melindungi kepentingan jamaah haji dan umrah serta menjaga reputasi baik dari industri perjalanan ibadah tersebut.
Terkait dengan kejadian ini, langkah-langkah lebih lanjut dapat diambil untuk mencegah penipuan terhadap calon jamaah haji. Penguatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap penyedia jasa perjalanan haji dan umrah perlu ditingkatkan untuk mengurangi risiko terjadinya kasus serupa di masa depan. Selain itu, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang tanda-tanda penipuan serta prosedur yang sah dalam pemberangkatan haji dan umrah juga harus ditingkatkan oleh pemerintah dan lembaga terkait.
Kementerian Agama, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, serta Kementerian Luar Negeri juga dapat berperan aktif dalam memberikan perlindungan kepada jamaah haji dan umrah, baik dalam bentuk penanganan kasus-kasus penipuan maupun upaya pencegahan agar masyarakat lebih waspada terhadap penawaran jasa perjalanan yang tidak memiliki izin resmi.
Dengan adanya insiden seperti penawaran visa non-haji dengan harga selangit seperti kasus yang menimpa LMN, penting bagi pemerintah Indonesia untuk lebih ketat dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan travel maupun agen perjalanan yang terlibat dalam pemberangkatan haji dan umrah. Pengawasan yang lebih ketat dapat menjadi langkah preventif guna mengurangi risiko penipuan dan penyalahgunaan jasa perjalanan ibadah di masa mendatang.