”Performa Pertamina tidak memburuk juga tidak merugi. Keuntungan Pertamina hanya turun dari tahun sebelumnya,” tukasnya.
Apakah tidak ada pengaruh negatif? Jugi mengaku pengaruh tetap ada tetapi tidak terlalu besar. Efek negatif itu, dalam artian masih dalam taraf terkontrol dan terkondisi dengan baik. Selain itu, belum banyak distributor dan secara volume masih dalam skala kecil. Dengan begitu, kekhawatiran akan kehabisan energi atau pemborosan energi tidak beralasan. ”Ini justru membantu ketahanan pangan nasional karena energi tersedia baik di seluruh Nusantara,” ucapnya.
Lantas apakah program itu bakal berkelanjutan? menjawab pertanyaan demikian, Jugi menggaransi program itu akan berjalan terus. Itu karena problem energi di daerah pinggiran sangat timpang. Di mana, pada daerah pinggiran itu, masyarakat harus mendapat harga tinggi dan tidak sepadan dengan pendapatan sehari-hari. ”Jadi, siapa pun rezim yang berkuasa kalau melihat fakta lapangan harga BBM melambung akan melakukan hal senada,” beber Jugi.
Hal senada diungkap Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa. Pria biasa disapa Ifan itu menyebut, BPH Migas menjadi garda terdepan dalam mengawasi program BBM satu harga. Program itu sudah menjadi ketetapan presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengentaskan kemiskinan. Mereduksi dan memberantas disparitas harga energy menjadi satu harga, sama dan sederajad seluruh Nusantara. ”Kami terjun mengawasi program ini supaya efektif dan peruntukannya benar-benar sampai pada kaum miskin,” tukas Ifan.