Reaksi keras juga datang dari beberapa milisi etnis di Myanmar, seperti Kachin dan Arakan, yang mulai melancarkan perlawanan terhadap rezim junta yang dianggap tidak demokratis. Pe Than, mantan anggota parlemen untuk Partai Nasional Arakan, menjelaskan bahwa pangkalan yang direbut AA merupakan fasilitas pelatihan utama untuk angkatan laut. Maka dari itu, kehilangan kontrol atas pangkalan tersebut akan menjadi pukulan yang sangat signifikan bagi militer junta.
Menurut Pe Than, hilangnya pangkalan tersebut akan berdampak pada pelatihan dan pertempuran militer. Selain itu, kehilangan kendali atas pangkalan tersebut juga akan melemahkan angkatan laut dan angkatan darat junta, seperti memotong salah satu sayap burung. Kekalahan tersebut tidak hanya akan merusak moral dan reputasi junta, tetapi juga akan memberikan lebih banyak sumber daya kepada AA melalui kendali barang-barang yang masuk melalui pelabuhan terdekat.
AA mengungkapkan bahwa mereka memperkirakan adanya pembalasan dari junta terhadap warga sipil di daerah tersebut. Penyelidik hak asasi manusia juga mengungkapkan bahwa pasukan junta semakin gencar menyerang sasaran sipil saat mereka kehilangan wilayah dari pasukan pemberontak di berbagai wilayah negara itu. Selain merebut pangkalan di Rakhine, AA juga berhasil menguasai sembilan kotapraja di negara bagian Rakhine dan satu di negara bagian tetangga, Chin. Selain itu, mereka terus berjuang untuk menguasai penuh tiga kotapraja lainnya.