Selain itu, terdapat juga lokasi kedua yang lebih jauh ke selatan. Penempatan lokasi ini berlandaskan hipotesis yang menyatakan bahwa pesawat mungkin telah terbang lebih jauh sebelum akhirnya kehabisan bahan bakar. Penetapan lokasi menggunakan metode ilmiah dan analisis akurat, menunjukkan betapa seriusnya usaha pencarian kali ini.
Area pencarian ketiga ditentukan berdasarkan analisis dari operator radio amatir yang menggunakan sistem WSPR (Weak Signal Propagation Reporter). Sinyal pemancar ini dipancarkan ke seluruh dunia setiap dua menit sekali. Menariknya, pada malam pesawat MH370 hilang, terdapat 130 gangguan sinyal yang ditangkap di atas Samudera Hindia. Richard Godfrey, seorang insinyur kedirgantaraan, berpendapat bahwa gangguan ini dapat menjadi petunjuk keberadaan jejak pesawat di lokasi terakhirnya.
Proses pencarian ini tidaklah mudah dan penuh tantangan, terutama karena faktor cuaca yang dapat berpengaruh besar pada keberhasilan tim. Gelombang besar dan badai dapat menghalangi kemampuan kapal dan peralatan yang digunakan dalam pencarian mendalam di lautan. Oleh karenanya, tim pencari harus selalu siap untuk menghadapi perubahan cuaca yang mendadak.
Data yang digunakan untuk mendukung pencarian ini bersifat kompleks dan berasal dari berbagai sumber. Sebuah studi tentang rute penerbangan telah dilakukan untuk memberikan gambaran lebih jelas mengenai kemungkinan arah serta jarak yang ditempuh oleh MH370 sebelum menghilang. Hal ini termasuk perhitungan berdasarkan kebutuhan bahan bakar serta faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penerbangan.
Sejak awal, pencarian MH370 telah menjadi sorotan internasional dan bagian dari berbagai investigasi dan dokumentasi yang dilakukan oleh banyak negara dan organisasi. Komunitas global terus memberikan perhatian yang tinggi terhadap kasus ini, mengingat jumlah penumpang yang hilang serta harapan keluarga korban untuk mengetahui kebenaran. Beberapa teori konspirasi bahkan berkembang, menambah kompleksitas dari misteri yang telah berlarut-larut ini.