Surat izin dari paroki: Dokumen pertama adalah surat perizinan dari Paroki Pringwulung, tempat Oscar dan istrinya menjadi bagian dari komunitas Katolik. Surat ini menunjukkan bahwa keluarga tersebut diizinkan secara gerejawi untuk menerima sakramen baptis di luar negeri.
Surat pendampingan baptis: Oscar juga harus menunjukkan bahwa putranya telah didampingi dalam persiapan baptisan. “Karena kami aktif di lingkungan Gereja di Jogja, proses ini cukup terbantu,” ujarnya.
Penunjukan wali baptis: Tantangan terbesar adalah mencari wali baptis yang bisa hadir langsung di lokasi. Oscar akhirnya dibantu Romo Christianus Surinono, OCD, yang kini menjabat sebagai Definitor General (Sekretaris Jenderal) Ordo Karmel di Roma. Romo Christianus juga melengkapi surat pengantar dari parokinya di Roma.
Surat permohonan tertulis: Meski permohonan awal dilakukan lewat e-mail, pihak Vatikan tetap meminta surat resmi dalam bentuk tertulis.
Dokumen identitas diri: Dokumen terakhir meliputi paspor, akta lahir orangtua dan anak, serta paspor wali baptis.
Melewati Penjagaan Swiss Guard dan Proses yang Cepat
Oscar dan keluarganya diwajibkan hadir di Vatikan sehari sebelum jadwal baptis. Mereka masuk lewat pintu khusus yang dijaga oleh Swiss Guard. “Petugas sampai tidak percaya ada orang Indonesia mau baptis di sana. Sampai dipanggilkan polisi untuk verifikasi. Tapi akhirnya kami diizinkan masuk dan menjalani proses validasi dokumen,” ujar Oscar.
Upacara pembaptisan digelar dalam bahasa Inggris, bukan bahasa Latin seperti yang dibayangkan sebelumnya. Meski demikian, maknanya tetap dirasakan mendalam oleh dia dan keluarganya. “Kami menganggap ini berkat yang luar biasa. Tapi yang paling penting bukan tempatnya, melainkan bagaimana kami membina keluarga yang guyub dan penuh kasih,” kata Oscar. Ia juga menegaskan bahwa tak ada maksud untuk mencari eksklusivitas. “Yang penting adalah anak kami masuk dalam komunitas Katolik. Itu yang utama,” tegas Oscar.