Sementara itu, Israel juga mengalami kerugian, dengan 12 warga sipil dan satu prajurit tewas akibat serangan roket dari Gaza. Namun, jumlah kematian yang jauh lebih tinggi di pihak Palestina menimbulkan kecaman dari berbagai pihak atas pembelian senjata baru oleh AS untuk Israel.
Penjualan senjata AS kepada Israel tidak hanya menjadi perhatian di tingkat nasional, tetapi juga di mata dunia internasional. Organisasi Amnesty International mengkritik "penyediaan senjata tanpa henti" untuk Israel, sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak agar pengiriman senjata segera dihentikan untuk mencegah penyalahgunaan dan kekerasan yang lebih lanjut.
Pernyataan resmi dari pemerintah AS maupun pemerintah Israel tentang penjualan senjata baru ini belum juga disampaikan kepada publik. Hal ini menimbulkan ketidakjelasan dan ketidaktransparan yang menyebabkan kekhawatiran dan pertanyaan dari masyarakat internasional.
Dengan adanya dukungan baik di dalam maupun luar negeri untuk menghentikan konflik yang semakin memburuk, keputusan AS untuk memberikan persetujuan penjualan senjata baru kepada Israel bisa menjadi bahan perdebatan yang panjang. Masih perlu dipertimbangkan apakah penjualan senjata ini akan membantu menyelesaikan konflik atau justru memperburuk keadaan di lapangan.
Ketidakpastian ini menyiratkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam keputusan penjualan senjata internasional, terutama dalam konteks konflik yang berkelanjutan di Timur Tengah. Melalui kebijakan luar negeri dan perjanjian penjualan senjata, AS memiliki peran besar dalam membentuk dinamika konflik di kawasan tersebut.