Kabar baiknya, penguatan harga saham dalam semalam ini memberi sinyal positif bagi investor, setidaknya untuk sementara waktu. Banyak pelaku pasar melihat penundaan tarif ini sebagai kesempatan emas untuk kembali masuk ke saham teknologi, yang sebelumnya dinilai overvalued atau berisiko tinggi akibat tekanan regulasi dan kenaikan biaya produksi.
Menariknya, keresahan investor sebelumnya tidak hanya datang dari perang dagang, tetapi juga dari isu internal industri teknologi sendiri. Kekhawatiran terbesar saat ini datang dari sisi investasi infrastruktur AI (Artificial Intelligence) yang terus membengkak. Banyak perusahaan teknologi dituntut untuk melakukan ekspansi besar-besaran di bidang AI, yang secara langsung mempengaruhi struktur biaya dan strategi modal mereka.
Michael Ashley Schulman, Kepala Investasi di Running Point Capital, menjelaskan bahwa penundaan tarif dari Trump justru memberi waktu bagi para pemimpin perusahaan teknologi seperti CFO dan COO untuk meninjau ulang rencana investasi AI mereka. Sebelumnya, proses impor komponen penting seperti chip AI dari Taiwan dan Korea Selatan menjadi lebih rumit karena ancaman tarif tinggi, yang akhirnya menunda banyak proyek ekspansi.
“Ambisi teknologi AI saat ini sangat bergantung pada modal belanja besar, tenaga kerja internasional, dan perangkat keras yang kompleks,” ujar Schulman dalam wawancaranya dengan Reuters pada Jumat, 11 April 2025. “Penundaan tarif ini adalah momen strategis untuk memperbaiki perencanaan dan rantai pasok yang sempat terganggu.”
Dampaknya terasa nyata di bursa. Saham Nvidia, yang selama ini jadi pemimpin dalam teknologi GPU dan AI, melonjak tajam bersama rekan-rekannya. Apple juga mencatat rekor baru, memicu sentimen positif luas di sektor teknologi. Tesla, Microsoft, Alphabet, Meta, dan Amazon semuanya ikut mengalami kenaikan signifikan, dengan kenaikan saham yang berada di kisaran 9,68% hingga 22,69%. Bahkan, indeks teknologi Nasdaq pun terdorong naik lebih dari 12%, mencerminkan optimisme pasar yang kembali membuncah.