Menariknya, program ini mendorong keterlibatan orang tua. Sekolah diharapkan bekerja sama dengan orang tua agar mereka menyadari pentingnya pendidikan keterampilan. Salah satu metode yang diterapkan adalah dengan membantu orang tua menyusun daftar tugas rumah yang bisa dilakukan anak-anak di rumah, guna melatih kemandirian dan tanggung jawab.
Di tingkat SMP, kurikulum memasak diimplementasikan secara lebih mendalam. Mulai dari kelas 7 hingga 9, siswa diberikan tugas untuk menyusun rencana makan harian yang lengkap dengan tiga menu berdasarkan kebutuhan gizi serta belajar memasak beberapa hidangan. Mereka juga diajarkan untuk membangun kesadaran akan nilai budaya di balik masakan yang mereka siapkan. Meski tujuannya bukan untuk menjadikan mereka koki profesional, tantangan dalam menyiapkan makanan bernutrisi atau memahami aspek budaya dari masakan tetap menjadi pengalaman berharga.
Respon orang tua terhadap kurikulum ini bervariasi. Beberapa merasakan manfaat karena anak-anak belajar keterampilan langsung yang berguna untuk kehidupan sehari-hari, sementara yang lain merasa terbebani dengan tambahan tanggung jawab. Perdebatan mengenai program ini cukup ramai di media sosial, menunjukkan adanya pendapat yang saling bertentangan.
Kurikulum keterampilan hidup di China dirancang secara bertahap sesuai dengan usia dan kapasitas siswa. Untuk kelas 1 dan 2 sekolah dasar, fokus pembelajaran meliputi kegiatan dasar, seperti membersihkan ruangan dan merawat tanaman kecil. Sementara siswa di kelas 3 dan 4 diajarkan keterampilan lebih lanjut, seperti mencuci pakaian, dan mengenal cara membuat hidangan dingin. Pada kelas 5 dan 6, siswa diharapkan dapat menguasai beberapa menu masakan dasar.