Sebagian dari bantuan keuangan baru tersebut akan diberikan kepada unit militer Israel yang diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki. Meskipun Departemen Luar Negeri menyatakan kepuasan mereka terhadap upaya Israel untuk mengatasi pelanggaran yang terjadi, beberapa pihak menyoroti bahwa hal ini seharusnya memicu pertimbangan kritis sebelum memberikan bantuan yang besar kepada Israel.
Perlu dicatat bahwa sebagian dari bantuan tersebut diperkirakan akan dialokasikan untuk batalion Netzah Yehuda milik Israel. Batalion ini secara historis bermarkas di Tepi Barat yang diduduki dan telah dikaitkan dengan berbagai pelanggaran terhadap warga sipil Palestina. Beberapa kasus yang mencuat termasuk kematian seorang pria Palestina-Amerika berusia 78 tahun setelah penahanannya oleh unit tersebut pada tahun 2022.
Keputusan AS untuk tidak memberikan sanksi kepada unit militer Israel ini, yang sebelumnya memiliki temuan pelanggaran serius terkait HAM oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, memunculkan polemik di kalangan masyarakat internasional. Terlebih lagi, instruksi Blinken yang mengizinkan bantuan untuk tetap diberikan kepada unit tersebut sebagai upaya memberi Israel waktu untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukannya, menuai kontroversi di tengah masyarakat dunia.