“Jika Anda meninggalkan es batu di udara, butuh waktu lebih lama untuk mencair. Sebaliknya, jika Anda meletakkan es batu di dalam air hangat, proses mencairnya akan lebih cepat,” ungkap Gisela Winckler, seorang peneliti, yang menggambarkan efek dari arus yang meningkat terhadap es sehingga dapat mengilustrasikan perubahan yang dramatis ini.
Para peneliti juga berusaha untuk mencari tahu apakah angin yang semakin kencang ini terkait langsung dengan pemanasan global, yang banyak disebabkan oleh aktivitas manusia. Untuk menjawab pertanyaan ini, tim peneliti dari berbagai negara melakukan investasi mendalam terhadap sejarah ACC melalui pengumpulan inti sedimen yang terbenam di dasar lautan. Proses ini tidaklah mudah, mengingat medan yang menantang bagi para penyelam dan peneliti.
Mengumpulkan inti sedimen adalah upaya yang kompleks, tetapi para ilmuwan berhasil mendapatkan beberapa sampel yang penting untuk penelitian mereka. Dari pengamatan terhadap sampel tersebut, ditemukan bahwa ketika ACC bergerak lebih lambat, ukuran partikel kecil lebih mendominasi sedimen yang ada di dasar laut. Namun, seiring meningkatnya kecepatan arus, ukuran partikel-partikel tersebut tampak lebih besar. Hal ini mencerminkan perubahan yang terjadi di ekosistem bawah laut akibat variasi dalam kekuatan arus.
Penting untuk dicatat bahwa puluhan ribu tahun yang lalu, ACC menunjukkan kekuatan yang signifikan ketika suhu Bumi lebih dingin. Namun, dalam 800.000 tahun terakhir, pola ini justru terbalik; semakin tinggi suhu Bumi, semakin kuat pula ACC. Temuan ini menjadi petunjuk bahwa ada hubungan yang kompleks antara arus laut, iklim global, dan aktivitas manusia.