Jika terjadi eskalasi konflik di Timur Tengah, terutama dengan gangguan pada Selat Hormuz, jalur air sempit yang dilewati sebagian besar perdagangan minyak maritim global, maka pasar minyak global akan menghadapi titik kritis. Akibatnya, harga minyak bisa mengalami peningkatan yang signifikan dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Kondisi tersebut tidak hanya berdampak pada eksportir dan importir minyak, tetapi juga pada konsumen. Negara-negara seperti China, Amerika Serikat, India, Korea, Jepang, Italia, dan Indonesia akan merasakan dampaknya. Indonesia sendiri, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), mengimpor lebih dari 33% pasokan bahan bakar minyaknya. Impor minyak mentah Indonesia mencapai US$ 4,07 miliar pada Januari-Mei 2024. Kemudian, impor hasil minyak mencapai US$ 10,14 miliar, dengan impor terbesar berasal dari Singapura, diikuti oleh Malaysia, Arab Saudi, dan Nigeria.
Tentu saja, kondisi geopolitik yang tidak stabil di Timur Tengah telah memberikan dampak pada pasar minyak global, sehingga negara-negara di seluruh dunia perlu melakukan langkah-langkah antisipasi dan penyesuaian dalam menghadapi kemungkinan eskalasi konflik yang dapat berdampak buruk pada pasokan dan harga minyak mentah.