Tarsum bahkan meminta ampun namun kembali mengambil pisau, sehingga warga dan polisi bersama-sama berhasil mengamankan pelaku. Kejadian ini memberikan gambaran akan kondisi psikologis Tarsum yang tidak stabil. Keterangan ini pun semakin memperjelas bahwa motif di balik perbuatan keji ini tidak semata-mata karena utang sang anak atau masalah keuangan, melainkan juga melibatkan faktor psikologis dan kemampuan Tarsum untuk berkomunikasi dan mengelola emosinya.
Dari kasus ini, kita juga bisa melihat betapa pentingnya kewaspadaan terhadap kondisi mental seseorang dalam rumah tangga. Terutama ketika seseorang mengalami tekanan ekonomi atau kehidupan sehari-hari yang sulit, bisa menjadi pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian bersama bagi masyarakat dan juga pihak terkait, seperti pelayanan kesehatan mental dan lembaga perlindungan korban kekerasan dalam rumah tangga.
Kasus ini juga mengingatkan kita untuk lebih memperhatikan dan memahami tanda-tanda depresi, stres, dan tekanan mental pada pasangan, keluarga, dan orang terdekat. Upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga dan perlindungan terhadap korban juga harus menjadi prioritas bagi setiap individu dan pihak terkait. Dengan pemahaman yang lebih baik akan kondisi kejiwaan seseorang, diharapkan kasus-kasus seperti ini dapat dicegah dan korban dapat mendapatkan perlindungan serta bantuan yang mereka butuhkan.
Dari kasus ini, kita juga belajar pentingnya peran keluarga, lingkungan, dan masyarakat dalam mendukung upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. Semakin banyak orang yang peduli dan peka terhadap kasus-kasus seperti ini, semakin cepat juga kita bisa memberikan bantuan dan perlindungan kepada korban serta menjaga keamanan di lingkungan sekitar. Hal ini juga dapat menjadi perhatian bagi pihak pemerintah untuk meningkatkan layanan perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga dan pencegahan terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga.