Perkembangan teknologi digital bukan hanya dimanfaatkan untuk hal-hal positif, tetapi juga dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber, termasuk dalam aktivitas judi online yang terus berevolusi. Kini, sindikat judol (judi online) tak lagi hanya mengandalkan jalur perbankan, namun mulai beralih menggunakan layanan pembayaran digital dan agregator untuk menghindari deteksi aparat penegak hukum. Hal ini membuat upaya pemberantasan makin kompleks dan menantang.
Baru-baru ini, Kepolisian Republik Indonesia melalui Kabareskrim Polri, Komisaris Jenderal Wahyu Widada, membeberkan modus baru yang melibatkan integrasi antara 7 situs judi online dengan 8 penyedia jasa pembayaran digital melalui skema merchant agregator. Dalam pengungkapan ini, aparat berhasil menyita dana sebesar Rp 14,67 miliar, sebuah angka fantastis yang mencerminkan betapa besar dan terorganisirnya aktivitas ilegal ini.
“Modus operandi dalam jaringan transaksi judi online saat ini sudah berkembang lebih canggih. Tidak hanya melalui jalur perbankan konvensional, mereka kini memanfaatkan layanan pembayaran digital yang membuat pelacakan semakin sulit,” ungkap Wahyu dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 2 Mei 2025.
Modus Terbaru: Menyusup Lewat Perusahaan Agregator
Lebih jauh, Wahyu mengungkapkan bahwa salah satu tersangka dalam jaringan besar ini diketahui memiliki peran strategis. Pelaku berinisial FS, warga negara Indonesia, bertugas merekrut figur yang dapat dijadikan direktur perusahaan agregator. Perusahaan tersebut nantinya akan bekerja sama dengan situs-situs judi online dan memfasilitasi aliran dana secara terselubung.
“Tersangka FS mencari sosok yang bisa digunakan sebagai direktur perusahaan agregator. Perusahaan itu lalu dijadikan alat untuk mengelola dan memfasilitasi dana judi online lewat berbagai rekening,” jelas Wahyu.
Modus ini bukan hanya menyulitkan proses penyelidikan, tapi juga memungkinkan sindikat untuk menciptakan ilusi legalitas di balik transaksi ilegal, sebab perusahaan agregator kerap kali terlihat seperti bisnis resmi.