"Kami telah menyatukan berbagai tim dari dokter hewan, epidemiologi, pengawasan genom, dan diagnostik laboratorium, untuk menguji hewan-hewan ini dan juga manusia," kata Nsanzimana.
Ada 63 kasus yang dikonfirmasi di Rwanda, menjadikannya salah satu wabah Marburg terbesar. Penyakit ini telah menewaskan 15 orang, termasuk sejumlah petugas kesehatan, sejak kasus pertama di negara itu dilaporkan kurang dari sebulan yang lalu.
Hal ini membuat tingkat kematian kasus menjadi 23,8%, sekitar seperempat dari yang tercatat dalam wabah Marburg lainnya. Sebanyak 46 orang telah pulih.
Berdasarkan temuan ini, kini perlu adanya upaya lebih lanjut untuk melindungi populasi dari kemungkinan serangan kembali. Perlu dilakukan penelitian mendalam terkait interaksi antara hewan dan manusia serta kondisi lingkungan di sekitar gua yang dihuni oleh kelelawar buah. Selain itu, langkah-langkah preventif dan edukasi masyarakat perlu ditingkatkan untuk mencegah penyebaran penyakit yang mematikan ini.
Pentingnya kerja sama antar negara dalam pertukaran informasi dan sumber daya kesehatan juga menjadi sangat terlihat dalam penanganan wabah ini. Upaya bersama antara Rwanda dengan komunitas ilmiah internasional dapat menjadi kunci dalam mengurangi risiko penularan penyakit mematikan ini ke wilayah lain.