Aji menegaskan bahwa Kementerian Kesehatan telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian terkait penanganan wabah ASF. Meskipun ASF bukan penyakit zoonosis (penyakit yang bisa menular dari hewan ke manusia), namun virus ini dapat menimbulkan dampak sangat besar terhadap sektor peternakan babi di Indonesia.
Dalam upaya penanggulangan penyakit ini, Aji menekankan bahwa kewenangan penanganan wabah ASF berada di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan serta dinas yang membidangi fungsi kesehatan hewan di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
Untuk menghambat penyebaran virus ASF, Aji mendorong masyarakat untuk segera melapor kepada petugas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan setempat jika menemukan babi yang sakit atau mati dalam waktu 1x24 jam. Selain itu, disarankan untuk tidak membeli atau menjual babi yang terlihat sakit.
"Melakukan pembersihan dan desinfeksi di peternakan babi, mengonsumsi babi yang berasal dari sumber yang terjamin kesehatannya, serta memasaknya dengan matang. Selain itu, menjaga kebersihan diri dan lingkungan juga menjadi hal yang sangat penting dalam menghadapi wabah ini," ujar Aji.
Hingga saat ini, belum ada vaksin yang tersedia untuk melawan virus ASF. Oleh karena itu, langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang ketat perlu dilakukan untuk mengurangi dampak wabah ASF terhadap sektor peternakan babi di Indonesia.