Peralihan penggunaan smartphone ke dumb phone, alias “HP bodoh” sedang menjadi tren di kalangan pengguna Eropa dan Amerika Serikat (AS). Tren ini bukan hanya ramai di kalangan anak muda saja, melainkan para orangtua, hingga anak usia dini.
Perubahan ini menunjukkan adanya kesadaran akan dampak negatif yang ditimbulkan oleh kecanggihan teknologi pada kesehatan mental dan fisik seseorang. Sebagian besar pengguna yang khawatir akan dampak buruk dari penggunaan smartphone pun menyiasatinya dengan beralih ke ponsel “bodoh”.
Dumb phone, dengan fitur-fiturnya yang terbatas, memiliki potensi untuk mengurangi rasa kecanduan terhadap media sosial dan mengurangi masalah kesehatan mental. Penggunaannya dapat membantu dalam mengatur waktu layar (screen time) yang lebih sehat dan mengurangi tekanan dari media sosial.
Sebuah laporan menunjukkan bahwa seorang anak berusia 16 tahun di Kanada bernama Luke Martin memutuskan menggunakan dumb phone. Usai menggunakan dumb phone, ia melaporkan bahwa durasi screen time-nya turun drastis, dari empat hingga lima jam menjadi hanya 20 menit per hari. Hal ini menunjukkan bahwa peralihan ke dumb phone dapat membantu mengurangi ketergantungan pada teknologi.
Namun, meskipun tren ini menawarkan berbagai manfaat, terdapat pro dan kontra dalam masyarakat terkait dengan peralihan ini. Banyak yang berpendapat bahwa ponsel canggih masih menawarkan segudang manfaat, terutama dalam hal konektivitas dan akses informasi.
Di sisi lain, keterbatasan fitur di dumb phone juga dapat menyulitkan anak-anak dalam berinteraksi dengan teman-teman mereka yang menggunakan smartphone yang lebih canggih. Oleh karena itu, peralihan penggunaan dumb phone kemungkinan tidak akan terjadi secara massal dalam waktu dekat.