Namun, perbedaan pendekatan ini sering kali menimbulkan frustrasi dan rasa tidak dimengerti di pihak anak. Jiemi menjelaskan bagaimana kesenjangan ini berpotensi menciptakan realitas yang tidak sesuai dengan harapan anak. Sering kali, anak merasa bahwa orang tua mereka tidak pernah meminta maaf, yang dapat memunculkan trauma dan ketidakpuasan. Hal ini lebih kompleks daripada yang terlihat, sebab konteks budaya dan cara berkomunikasi yang berbeda selalu berperan dalam interaksi antargenerasi.
Lebih jauh ia menekankan bahwa sebenarnya niat baik orang tua dalam berkomunikasi kerap terhalang oleh perbedaan cara dalam menerima dan mengatasi konflik. Keterbatasan pemahaman ini dapat menyebabkan jarak yang lebih besar antara orang tua dan anak. Jika anak mampu untuk mengatasi trauma yang mereka rasakan dan bersedia untuk membuka dialog dengan orang tua, komunikasi yang lebih bermakna dan positif mungkin dapat terjalin. Dalam proses itu, mungkin juga akan ada kolaborasi untuk menetapkan pola asuh yang lebih harmonis dan sesuai dengan konteks komunikasi masing-masing.