Psikopat sering kali diasosiasikan dengan individu yang mampu melakukan tindakan keji, bahkan sampai membunuh. Namun, pemahaman ini sangatlah simplistik dan tidak tepat. Menurut Eric Patterson, seorang konselor profesional berlisensi asal Cabot, Pennsylvania, terdapat banyak informasi yang keliru mengenai psikopat. Satu di antara banyaknya kesalahpahaman adalah menyebut seseorang sebagai "psiko" dengan konotasi negatif, padahal istilah ini seharusnya tidak digunakan sembarangan.
Dalam dunia medis, psikopat diidentifikasi sebagai bagian dari gangguan kepribadian antisosial atau yang lebih dikenal dengan sebutan Antisocial Personality Disorders (ASPD). Gangguan ini ditandai dengan pola perilaku yang bertentangan dengan norma sosial dan hak-hak orang lain. Seiring dengan meningkatnya kebingungan tentang psikopati, ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mengenali tanda-tanda seseorang yang mengalami ASPD.
Salah satu indikasi paling jelas adalah sifat mereka dalam mengabaikan hak orang lain serta norma-norma yang berlaku di masyarakat. Menurut Patterson, orang dengan ASPD kerap melanggar aturan dengan menunjukkan perilaku yang tampak acuh tak acuh terhadap hak orang lain. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi kelima, mencatat bahwa pengabaian terhadap hak-hak orang lain adalah salah satu ciri khas dari mereka yang memiliki ASPD. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2018 juga menemukan bahwa individu dengan psikopati dapat melihat situasi dari sudut pandang orang lain, tetapi tidak mampu merasakan empati, yang berkontribusi terhadap ketidakpedulian mereka.
Selain itu, orang dengan ASPD cenderung mempunyai sifat berbohong dan sangat manipulatif. Mereka tidak jarang menggunakan identitas palsu untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain, baik itu bisa dalam bentuk keuntungan finansial atau cintanya. Manipulasi ini bisa digambarkan dalam berbagai bentuk, mulai dari pujian hingga perilaku yang bersifat mengintimidasi.