Konsumerisme, atau budaya konsumtif, telah menjadi sebuah fenomena global yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan kita, termasuk pola belanja, kepemilikan, dan gaya hidup. Fenomena ini tidak terkecuali dalam pengaruhnya terhadap anak-anak. Dalam era digital dan pasar yang semakin kompleks, anak-anak semakin rentan terhadap dampak negatif konsumerisme. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian serius dari orang tua, pendidik, serta masyarakat untuk melindungi generasi muda dari efek merugikan konsumerisme.
Konsumerisme dapat didefinisikan sebagai dorongan untuk membeli barang-barang yang diiklankan tanpa mempertimbangkan kebutuhan yang sebenarnya. Budaya ini telah merasuk ke dalam setiap lapisan masyarakat, tak terkecuali anak-anak. Dampak negatif dari konsumerisme pada anak-anak dapat bermacam-macam, mulai dari overkonsumsi, tekanan psikologis, hingga kurangnya apresiasi terhadap yang sederhana.
Salah satu dampak negatif yang paling terlihat adalah overkonsumsi. Anak-anak sering kali terpapar oleh iklan dan promosi-promosi yang ditujukan kepada mereka. Mereka terpengaruh oleh perasaan ingin memiliki barang-barang yang sedang tren, dan seringkali kehilangan pengertian akan nilai uang. Hal ini dapat menyebabkan pemborosan, ketidakpuasan, bahkan kecanduan untuk membeli barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan.
Tidak hanya itu, konsumerisme juga membawa tekanan psikologis pada anak-anak. Mereka sering merasa tidak cukup dengan apa yang mereka miliki, terutama ketika dibandingkan dengan teman-teman mereka yang memiliki barang-barang yang sedang tren. Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya harga diri, kecemburuan, serta kekhawatiran akan penolakan dari kelompok mereka.