Kekuatan Otot dan Daya Tahan Otot vs. Kapasitas Paru
Olahraga punya banyak jenis, dan masing-masing punya tuntutan yang berbeda pada tubuh. Ada olahraga yang lebih mengandalkan kekuatan otot (seperti angkat beban) dan ada yang lebih mengandalkan daya tahan kardiovaskular (seperti lari maraton). Perokok yang aktif di olahraga kekuatan mungkin tidak langsung merasakan dampak pada napasnya karena jenis olahraga ini lebih fokus pada ledakan tenaga singkat dan kapasitas otot, bukan pada kemampuan paru-paru dalam memasok oksigen terus-menerus dalam waktu lama.
Namun, jika perokok tersebut mencoba olahraga yang sangat menguras daya tahan kardiovaskular, seperti lari jarak jauh, berenang, atau bersepeda intens, biasanya mereka akan lebih cepat merasa lelah, napas tersengal-sengal, atau performa mereka tidak seoptimal non-perokok dengan tingkat latihan yang sama. Ini karena merokok memang secara langsung memengaruhi efisiensi kerja paru-paru dan kemampuan darah mengangkut oksigen. Karbon monoksida dalam asap rokok mengikat hemoglobin dalam darah lebih kuat daripada oksigen, mengurangi jumlah oksigen yang sampai ke otot.
Dampak Jangka Panjang yang Tak Terhindarkan
Meski seseorang perokok terlihat masih kuat berolahraga, penting untuk dicatat bahwa ini adalah kondisi yang tidak berkelanjutan dan penuh risiko. Efek merokok bersifat kumulatif. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, kerusakan pada paru-paru, jantung, dan pembuluh darah akan semakin parah.
Penurunan Fungsi Paru-Paru: Tar dan bahan kimia lain dalam rokok akan merusak silia (rambut halus di saluran napas) dan alveoli (kantong udara di paru-paru), menyebabkan penurunan fungsi paru-paru secara permanen. Ini akan membuat kapasitas oksigenasi tubuh menurun drastis, sehingga aktivitas olahraga yang tadinya mudah akan menjadi sangat sulit, bahkan aktivitas sehari-hari pun bisa membuat sesak napas.