Jika proses ini terganggu karena tidur yang tidak nyenyak akibat cahaya, dampaknya akan terasa pada fungsi kognitif kita keesokan harinya. Kita mungkin merasa sulit konsentrasi, daya ingat menurun, lebih mudah tersinggung, atau lambat dalam berpikir. Dalam jangka panjang, gangguan tidur kronis akibat paparan cahaya malam bisa meningkatkan risiko masalah kognitif yang lebih serius, bahkan berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif tertentu.
Meningkatkan Risiko Masalah Kesehatan Mental
Selain fungsi kognitif, kesehatan mental juga rentan terganggu akibat tidur dengan lampu menyala. Ritme sirkadian yang terganggu telah dikaitkan dengan peningkatan risiko masalah mood dan kondisi kejiwaan. Kurang tidur yang berkualitas bisa memicu atau memperparah gejala depresi, kecemasan, dan mudah marah. Paparan cahaya malam hari, khususnya cahaya biru yang dipancarkan dari layar gawai atau lampu LED, diketahui paling efektif menekan melatonin dan mengganggu suasana hati.
Orang yang terus-menerus terpapar cahaya saat tidur bisa merasa lebih lesu, kurang termotivasi, dan mengalami fluktuasi emosi yang tidak sehat. Ini terjadi karena keseimbangan neurotransmitter (zat kimia otak yang memengaruhi suasana hati) bisa terganggu jika siklus tidur-bangun tidak teratur. Lingkungan tidur yang gelap total mendukung proses pemulihan mental yang diperlukan untuk menjaga stabilitas emosi.
Implikasi Jangka Panjang pada Kesehatan Fisik dan Hormonal
Dampak tidur dengan lampu menyala tidak hanya terbatas pada otak dan mental, tetapi juga merambat ke kesehatan fisik dan keseimbangan hormonal. Selain melatonin, banyak hormon penting lainnya yang produksinya diatur oleh ritme sirkadian dan kondisi gelap. Misalnya, hormon pertumbuhan diproduksi sebagian besar saat tidur dalam. Gangguan tidur bisa menghambat produksi hormon-hormon ini.