Quiet quitting adalah sebuah sikap di mana seorang karyawan memilih untuk hanya melakukan pekerjaan sesuai dengan deskripsi tugasnya, tanpa mengambil inisiatif lebih, bekerja di luar jam kerja, atau menunjukkan antusiasme ekstra yang tidak diwajibkan. Ini adalah sebuah pergeseran fundamental dalam mentalitas kerja, di mana karyawan memilih untuk menarik diri dari budaya hustle culture yang seringkali menuntut lebih dari sekadar kontrak kerja.
Pergeseran Mentalitas dari Dedikasi Berlebihan
Selama bertahun-tahun, budaya kerja seringkali mengagungkan karyawan yang bekerja keras secara berlebihan. Karyawan ideal adalah mereka yang rela lembur tanpa dibayar, selalu siaga di luar jam kerja, dan terus-menerus mencari cara untuk melampaui ekspektasi. Karyawan-karyawan ini sering dipuji dan dianggap sebagai aset berharga. Namun, di balik budaya ini, banyak karyawan merasa lelah dan tidak dihargai. Mereka menyadari bahwa dedikasi berlebihan seringkali tidak sebanding dengan kompensasi, kenaikan gaji, atau promosi yang didapatkan.
Quiet quitting muncul sebagai respons langsung terhadap kelelahan ini. Ini adalah cara karyawan untuk menegaskan batasan pribadi dan profesional mereka. Mereka tidak lagi bersedia mengorbankan waktu, energi, dan kesehatan mental demi pekerjaan yang tidak memberikan imbalan sepadan. Fenomena ini tidak sama dengan malas atau tidak kompeten. Karyawan yang melakukan quiet quitting masih menjalankan tugas mereka dengan baik. Mereka tetap produktif, tetapi hanya dalam batas-batas yang telah ditentukan. Mereka menolak eksploitasi terselubung yang seringkali terjadi di lingkungan kerja modern.