Jakarta — Frostpunk 2, sekuel yang paling ditunggu dari game survival–city builder legendaris Frostpunk, akhirnya hadir dan langsung menggemparkan dunia gaming. Jika seri pertama membuat pemain merasakan dinginnya hidup dalam suhu minus ekstrem, Frostpunk 2 membawa mimpi buruk itu ke level yang lebih kelam: konflik politik, kekacauan sosial, dan strategi kota yang jauh lebih kompleks.
Dikembangkan oleh 11 bit studios, Frostpunk 2 mengambil latar 30 tahun setelah peristiwa game pertama. Meskipun masyarakat berhasil bertahan dari badai salju besar, kehidupan jauh dari kata damai. Suhu bumi tetap brutal, sumber daya kritis menipis, dan konflik ideologi tumbuh menjadi ancaman baru bagi kelangsungan kota.
Pemain kini bukan hanya seorang pemimpin teknis, tetapi juga arsitek politik yang harus menjaga keseimbangan antara faksi-faksi yang saling bersaing.
Dalam Frostpunk 2, ancaman terbesar bukan lagi alam melainkan manusia itu sendiri.
Perubahan Besar di Frostpunk 2: Politik, Ideologi, dan Peradaban yang Rapuh
Kalau Frostpunk pertama menitikberatkan pada manajemen sumber daya dan moralitas, Frostpunk 2 memperluas cakupannya. Kota berkembang jauh lebih luas, struktur pemerintahan lebih rumit, dan masyarakat tidak lagi sekadar mengikuti perintah pemimpin. Mereka kini memiliki aspirasi berbeda dan siap menentang jika merasa dirugikan.
Beberapa hal baru yang paling menonjol:
1. Faksi Politik yang Saling Bermusuhan
Ada kelompok-kelompok dengan ideologi ekstrem seperti Industrialis, Ekstremis Reformis, konservatif, dan kelompok humanis.
Setiap keputusan yang pemain buat — apakah soal eksplorasi tambang, teknologi panas, hingga regulasi sosial — bisa memicu amarah salah satu faksi.
2. Mekanisme Kota yang Lebih Luas & Terdesentralisasi
Pembangunan tidak lagi berada di satu titik pusat. Kota meluas seperti metropolis es raksasa dengan distrik-distrik berbeda, masing-masing dengan kebutuhan unik.
3. Sistem Kawasan (District System)