Pasar memandang bahwa kekuatan dolar AS membuat harga beli minyak terasa mahal bagi mata uang negara lainnya, terutama bagi pasar-pasar emerging. Akibatnya, prospek penurunan permintaan menjadi pemicu terdepresiasinya harga minyak.
Prospek penurunan dari sisi permintaan ini juga sejalan dengan melemahnya sentimen konsumen AS dan data ekonomi Tiongkok yang beragam. Data yang dirilis pada hari Jumat menunjukkan penurunan sentimen konsumen AS ke level terendah dalam tujuh bulan pada bulan Juni, di tengah kekhawatiran mengenai keuangan pribadi dan inflasi.
Di sisi lain, data terbaru dari China menunjukkan adanya peningkatan produksi industri dan investasi aset tetap, meskipun masih belum sesuai dengan perkiraan pada bulan Mei. Namun, penjualan ritelnya berhasil melampaui perkiraan.
Sebelumnya, pada pekan lalu, harga minyak sudah naik hampir 4% di tengah membaiknya prospek permintaan global. Kebijakan produksi dari OPEC saat ini masih tetap mendukung pasar. Meskipun mereka mengumumkan bahwa mereka dapat mulai menghentikan pemotongan barang secara bertahap mulai bulan Oktober, kelompok produsen minyak tersebut menekankan bahwa mereka akan memaksa anggota yang tidak patuh untuk mengurangi produksi dalam beberapa bulan mendatang.