"Dengan melibatkan pengrajin tahu dan tempe sebagai pemasok utama, kami ingin menciptakan ekosistem ekonomi yang saling mendukung. Pengrajin dapat meningkatkan produksinya, sementara masyarakat mendapatkan makanan bergizi dengan harga terjangkau," ujar Budi.
Meski program ini memberikan banyak manfaat, beberapa tantangan tetap ada. Salah satunya adalah ketergantungan pada bahan baku impor, seperti kedelai, yang harganya cenderung fluktuatif. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mulai mendorong pengembangan kedelai lokal melalui berbagai program pelatihan dan pemberian insentif bagi petani kedelai.
Selain itu, masalah distribusi juga menjadi perhatian. Dengan dapur MBG yang tersebar di berbagai daerah, logistik menjadi salah satu tantangan utama. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah bekerja sama dengan koperasi lokal dan lembaga swadaya masyarakat untuk memastikan kelancaran pasokan bahan baku.
Tidak hanya pengrajin yang merasakan dampaknya, masyarakat juga mendapatkan manfaat besar dari program ini. Dengan menyediakan makanan bergizi secara gratis, program MBG membantu mengurangi angka malnutrisi, terutama di daerah-daerah terpencil. Program ini juga menciptakan banyak lapangan kerja baru di sektor produksi dan distribusi makanan.
Salah satu warga di Lombok, Nusa Tenggara Barat, mengaku sangat terbantu dengan adanya program ini. "Anak-anak kami sekarang bisa makan makanan sehat setiap hari tanpa harus khawatir dengan biayanya. Ini benar-benar membantu kami yang kurang mampu," ujar warga tersebut.