Gaji mereka diatur oleh formula yang dianggap terlalu kaku. Formula ini tidak mencerminkan biaya hidup nyata di lapangan. Di saat yang sama, status pekerjaan mereka terancam oleh sistem outsourcing. Sistem ini membuat masa depan mereka tidak pasti dan penuh kekhawatiran [8].
Jeritan di jalanan adalah akumulasi dari dua ketakutan itu. Ini adalah pertarungan antara statistik inflasi di atas kertas melawan realitas harga cabai dan beras di pasar. Ini juga pertarungan antara kepastian investasi yang diinginkan pengusaha melawan kepastian kerja yang didambakan buruh.
Kedua masalah ini saling melengkapi. Kenaikan gaji yang kecil tidak berarti jika status pekerjaan tidak aman. Sebaliknya, kepastian kerja menjadi hampa jika gaji tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar. Maka, tuntutan buruh adalah untuk kehidupan yang lebih makmur, bukan sekadar bertahan hidup. Ini adalah panggilan untuk keadilan dan kepastian ekonomi [9].
Sumber Terkait: [1] Penolakan UU Cipta Kerja, Poin Outsourcing, Aturan Pesangon Buruh [2] Aksi Buruh Jakarta, Penetapan UMP 2026, Tolak PP 51 [3] Cabut Omnibus Law, Naikkan UMP, Hapus Outsourcing [4] Penolakan UU Cipta Kerja, Poin Outsourcing, Aturan Pesangon Buruh [5] Gaji UMP Jakarta, Biaya Hidup Riil, Upah Buruh Kurang [6] Kenaikan Harga Pangan, Daya Beli Tergerus, Ekonomi Masyarakat Bawah [7] Gaji UMP Jakarta, Biaya Hidup Riil, Upah Buruh Kurang [8] Cabut Omnibus Law, Naikkan UMP, Hapus Outsourcing [9] Gaji UMP Jakarta, Biaya Hidup Riil, Upah Buruh Kurang