Selain itu, toxic friend alias teman beracun juga seringkali cuma ada saat mereka butuh sesuatu darimu. Coba deh perhatikan, kapan mereka paling sering menghubungi? Apakah saat butuh bantuan, butuh didengarkan keluh kesah mereka, atau butuh dipinjamkan sesuatu? Tapi begitu kamu yang butuh, mereka seolah hilang ditelan bumi, susah dihubungi, atau selalu punya alasan. Ini bukan cuma soal butuh bantuan, tapi juga soal keseimbangan dalam memberi dan menerima dalam sebuah pertemanan. Kalau cuma satu pihak yang terus-menerus memberi, itu bukan pertemanan yang sehat.
Tanda lain yang patut diwaspadai adalah mereka seringkali nggak bisa dipercaya. Kalau kamu cerita rahasia, cepat banget bocor. Kalau kamu janji ketemuan, mereka sering telat atau bahkan nggak datang tanpa kabar. Atau, mereka cenderung membicarakan kejelekan orang lain di depanmu, yang artinya kemungkinan besar mereka juga melakukan hal yang sama tentangmu di belakangmu. Lingkungan pertemanan yang penuh keraguan dan ketidakpercayaan tentu nggak akan bikin nyaman.
Lalu, bagaimana kita harus bersikap? Pertama, jangan naif. Percaya itu bagus, tapi kepekaan itu perlu. Mulai perhatikan pola perilaku teman-temanmu. Kedua, dengarkan instingmu. Kadang, ada firasat nggak enak tentang seseorang, meskipun kita nggak bisa menjelaskan kenapa. Firasat itu bisa jadi sinyal awal. Ketiga, amati bagaimana mereka bersikap di depan dan di belakangmu. Keempat, batasi diri. Nggak perlu langsung konfrontasi atau menjauhi sepenuhnya jika kamu belum yakin, tapi mulailah membatasi informasi personal yang kamu bagikan.