Proses Pemakaman
Proses pemakaman di Trunyan dimulai dengan upacara adat yang dilakukan oleh keluarga dan kerabat jenazah. Setelah itu, jenazah dibawa ke lokasi pemakaman menggunakan perahu melintasi Danau Batur. Lokasi pemakaman yang disebut Sema Wayah terletak di area terpencil yang hanya bisa diakses melalui jalur air. Setelah tiba di lokasi, jenazah diletakkan di bawah pohon Taru Menyan dalam kurungan bambu.
Makna dan Filosofi
Tradisi pemakaman di Trunyan mencerminkan filosofi kehidupan dan kematian yang dianut oleh masyarakat Bali Aga. Mereka percaya bahwa kematian adalah bagian dari siklus kehidupan yang harus diterima dengan ikhlas. Dengan meletakkan jenazah di alam terbuka, masyarakat Trunyan menunjukkan penghormatan mereka terhadap alam dan siklus kehidupan. Pohon Taru Menyan yang diyakini mampu menghilangkan bau busuk juga melambangkan keseimbangan antara manusia dan alam.
Perbedaan dengan Tradisi Kremasi di Bali
Tradisi pemakaman di Trunyan sangat berbeda dengan tradisi kremasi yang umum dilakukan di Bali. Di Bali, kremasi atau Ngaben adalah upacara besar yang melibatkan banyak ritual dan biaya yang cukup besar. Upacara kremasi dianggap penting untuk membantu roh orang yang meninggal mencapai alam baka dan mendapatkan reinkarnasi yang baik. Sementara itu, di Trunyan, proses pemakaman lebih sederhana dan dilakukan dengan cara yang sangat berbeda. Hal ini menunjukkan keragaman budaya dan tradisi yang ada di Bali.
Daya Tarik Wisata
Keunikan tradisi pemakaman di Trunyan telah menarik perhatian banyak wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Banyak wisatawan yang datang untuk melihat langsung proses pemakaman ini dan mengunjungi pohon Taru Menyan yang legendaris. Desa Trunyan telah menjadi salah satu destinasi wisata budaya yang menarik di Bali. Namun, penting bagi wisatawan untuk menghormati adat dan tradisi setempat saat mengunjungi desa ini.