Setelah data pribadi diisi, Siti kemudian diarahkan ke salah satu gerai WorldID yang berada di wilayah Jabodetabek untuk melakukan pemindaian retina mata. Di lokasi itu, ia hanya diminta duduk dan menatap sebuah alat pemindai dalam hitungan detik. Setelah selesai, uang Rp200.000 pun diberikan secara tunai.
Yang menjadi pertanyaan, Siti tidak mengetahui secara pasti untuk apa data retina dan identitas pribadinya akan digunakan. "Saya nggak tahu itu buat apa. Teman saya bilang sih buat bikin identitas digital internasional. Tapi saya juga nggak ngerti itu maksudnya gimana," katanya polos.
Kasus Siti bukanlah yang pertama. Di beberapa daerah lain, fenomena serupa juga terjadi. Banyak warga, terutama anak muda dan pencari kerja, tergiur imbalan uang dengan menyerahkan data biometrik sensitif seperti retina mata tanpa memahami risiko jangka panjangnya.
Pakar keamanan data menilai tindakan ini sangat berisiko. Data retina termasuk dalam kategori biometrik paling unik dan sulit diganti. Jika data tersebut bocor atau disalahgunakan, konsekuensinya bisa jauh lebih parah dibandingkan dengan kebocoran data pribadi biasa.