Pada bulan Agustus 2024, seorang podcaster memberikan Trump sebuah model Cybertruck, namun pada 11 Maret, Trump diketahui memilih Tesla Model S berwarna merah yang ia rencanakan untuk dibayar dengan cek. Dalam unggahannya di media sosial, Trump memuji kemampuan Musk untuk mendukung perkembangan negara, serta mengutuk kelompok-kelompok yang ia sebut radikal karena berusaha memboikot Tesla secara ilegal. Lebih lanjut, ia mengklaim bahwa upaya tersebut ditujukan untuk menyerang dan melukai Musk serta segala sesuatu yang ia perjuangkan.
Di sisi lain, selama konferensi pers yang diadakan, Trump menyatakan bahwa pihaknya sudah mengetahui identitas beberapa pelaku yang menyerang showroom Tesla. Ia berjanji untuk menangkap mereka, yang diidentifikasinya sebagai orang-orang jahat, dan menegaskan bahwa tindakan tersebut harus dihentikan.
Saham Tesla mengalami penurunan tajam pada 10 Maret karena pasar bereaksi tidak hanya terhadap ancaman resesi tetapi juga terhadap rencana tarif Trump. Penurunan nilai saham ini terjadi di tengah aksi protes yang semakin marak, yang menunjukkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kekuasaan dan pengaruh Musk dalam pemerintahan federal.
Di dealer Tesla, kampanye boikot berlangsung dengan intensif. Banyak pemilik mobil mulai menjual kendaraan mereka, dan aktif mendorong orang lain untuk menjual saham Tesla. Di sejumlah tempat, terlihat banyak mobil Tesla yang telah disemprot grafiti bertuliskan anti-Nazi dan sejumlah pesan yang menyebut "Musk harus pergi".
Klaim Trump bahwa tindakan boikot tersebut "ilegal" terbukti keliru. Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam putusannya pada tahun 1972 pernah menyatakan bahwa hak untuk memprotes bisnis swasta dilindungi oleh Amandemen Pertama Konstitusi. Gerakan yang mendorong aksi boikot ini, yang dikenal sebagai 'Tesla Takedown', telah mengorganisir protes di seluruh negeri. Mereka menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk berdemonstrasi secara damai di trotoar dan jalanan di depan showroom perusahaan.