Dalam penelitian ini, para peneliti berhasil melumpuhkan TRPVa pada nyamuk Aedes Aegypti, sehingga nyamuk tersebut tidak dapat bereaksi terhadap suara. Sebaliknya, nyamuk dengan pendengaran yang lebih baik langsung melakukan perkawinan dengan nyamuk betina berkali-kali dalam beberapa menit. Dengan demikian, pendengaran nyamuk mempengaruhi tingkat aktivitas kawin antara nyamuk jantan dan betina.
Menariknya, penelitian ini juga menunjukkan bahwa meskipun jantan tuli tidak tertarik untuk kawin, nyamuk betina yang tuli tetap memiliki nafsu kawin. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai perbedaan dampak dari gangguan pendengaran pada nyamuk jantan dan betina, di mana nyamuk jantan memiliki jumlah neuron pendengaran yang lebih banyak daripada nyamuk betina.
Temuan ini memiliki implikasi besar dalam upaya pengelolaan penyebaran penyakit yang ditularkan melalui vektor nyamuk, terutama dalam hal mengendalikan populasi nyamuk Aedes Aegypti.
Dengan pemahaman lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang memengaruhi perilaku kawin nyamuk, diharapkan penularan penyakit seperti demam berdarah dapat dikurangi dengan cara yang efektif dan inovatif.