Dengan demikian, Meta berargumen bahwa mereka tidak lagi berada di posisi monopoli karena adanya banyak platform alternatif yang sama-sama kuat dan inovatif.
Dinamika Politik yang Membingungkan
Menariknya, persidangan ini terjadi dalam suasana politik yang juga kompleks. Presiden Amerika Serikat saat ini, Donald Trump, justru menunjukkan sikap berbeda terhadap TikTok—aplikasi asal China yang dulu nyaris diblokir oleh pemerintahannya sendiri. Kini, Trump justru disebut-sebut mencoba menyelamatkan TikTok agar tetap bisa beroperasi di AS, bahkan dengan cara menunda-nunda proses penjualan oleh induk perusahaannya, ByteDance.
Situasi ini menuai kritik dari internal Meta. Jennifer Newstead, Kepala Bagian Hukum Meta, menyatakan bahwa tindakan FTC tidak masuk akal. Menurutnya, di satu sisi pemerintah ingin memecah Meta, perusahaan teknologi Amerika yang sukses, namun di sisi lain justru memberikan perlindungan terhadap TikTok, platform yang berasal dari luar negeri.
Dalam unggahan blognya yang dikutip oleh Reuters, Jennifer menyebut bahwa tuntutan FTC tidak hanya lemah secara hukum, tetapi juga bisa menghambat perkembangan inovasi di sektor teknologi. Ia menambahkan bahwa langkah ini bisa membuat investor dan perusahaan teknologi menjadi enggan mengambil risiko besar di masa depan.
Upaya Mendekati Pemerintahan Trump
Dalam beberapa bulan terakhir, Meta tampaknya mulai melakukan pendekatan aktif kepada pemerintahan Trump. Salah satu langkah yang cukup mencolok adalah keputusan Meta untuk menghentikan moderasi ketat terhadap konten-konten tertentu, sebuah kebijakan yang disinyalir sejalan dengan nilai-nilai kebebasan berpendapat yang diusung Trump.
Tidak hanya itu, Meta juga dilaporkan menyumbangkan dana sebesar satu juta dolar untuk mendukung acara pelantikan Presiden Trump. Bahkan, Mark Zuckerberg sendiri disebut-sebut telah beberapa kali mengunjungi Gedung Putih untuk melakukan diskusi tertutup terkait masa depan industri media sosial di bawah kepemimpinan Trump.