Tampang.com | Dalam era digital saat ini, perlindungan anak di dunia maya menjadi isu yang sangat penting. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia, kini sedang mempersiapkan regulasi untuk melindungi anak di ruang digital. Untuk menyusun regulasi tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Komminfo) Meutya Hafid menyatakan bahwa pemerintah melakukan benchmarking dengan regulasi yang telah diterapkan di beberapa negara lain.
Setidaknya lima negara yang dijadikan acuan dalam pengembangan regulasi perlindungan anak di Indonesia adalah Jerman, Prancis, Inggris, Amerika Serikat, dan Australia. Masing-masing negara ini memiliki pendekatan unik dalam mengatur keamanan digital untuk anak-anak.
Di Jerman, misalnya, regulasi perlindungan anak dituangkan dalam Youth Protection Act. Aturan ini mewajibkan platform digital untuk menyediakan tingkat keamanan khusus bagi pengguna yang berusia di bawah 16 tahun. Anak-anak harus mendapatkan izin dari orang tua sebelum mengakses layanan digital tertentu. Hal ini bertujuan untuk mengontrol interaksi anak-anak dengan konten yang berpotensi berbahaya.
Berbeda dengan Jerman, Prancis memiliki ketentuan bahwa anak di bawah 15 tahun harus mendapatkan persetujuan dari orang tua untuk menggunakan platform digital.
Selain itu, perusahaan teknologi diwajibkan untuk menerapkan sistem verifikasi usia yang ketat. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenakan sanksi berupa denda hingga 1% dari pendapatan global perusahaan. Ini menunjukkan keseriusan Perancis dalam mengawasi aktivitas digital anak.
Sementara itu, Inggris menerapkan Online Safety Act, yang menempatkan tanggung jawab besar kepada perusahaan teknologi terkait keamanan pengguna, terutama anak-anak. Jika perusahaan tidak mematuhi aturan ini, mereka bisa dikenakan denda yang cukup besar, yaitu mencapai 10% dari pendapatan global. Ini menjadi peringatan bagi banyak perusahaan untuk lebih bertanggung jawab dalam menjaga keamanan pengguna terlepas dari usia mereka.