Data internal menunjukkan bahwa penjualan toko-toko Apple di beberapa pasar utama meningkat tajam dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meskipun juru bicara Apple menolak untuk memberikan komentar resmi, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa ketakutan publik terhadap tarif justru mendorong mereka untuk membeli lebih cepat.
Salah satu pelanggan yang ikut membeli iPhone dalam suasana ini adalah Ambar De Elia, seorang warga Buenos Aires yang sedang mengunjungi New York. Ia sudah berniat membeli iPhone 15 untuk adiknya, namun setelah membaca berita tentang pasar saham dan kemungkinan harga naik, ia memutuskan untuk segera berbelanja. “Kalau ada kemungkinan mendapatkan harga lebih murah sekarang, tentu saya ambil kesempatan itu,” ujarnya.
Para analis memperkirakan bahwa tarif baru ini dapat membuat harga iPhone naik drastis, bahkan bisa menyentuh angka ribuan dolar AS per unit. Namun, menurut Bloomberg, Apple kemungkinan akan melakukan berbagai langkah strategis agar harga tidak melonjak secara signifikan. Strategi tersebut meliputi negosiasi ulang dengan pemasok dan pengurangan margin keuntungan. Hal ini sejalan dengan kebijakan Apple sebelumnya, di mana harga dasar iPhone tetap berada di angka US$999 sejak tahun 2017.
Untuk menghadapi ancaman jangka panjang, Apple telah mengambil sejumlah langkah strategis. Salah satunya adalah mengalihkan sebagian produksi ke India dan Vietnam—negara-negara yang terkena tarif lebih rendah dibandingkan China. Bloomberg mencatat bahwa perangkat yang dibuat di India kini mulai diarahkan ke pasar AS guna mengurangi beban pajak. Selain itu, Apple juga diketahui telah menimbun stok produk untuk memenuhi lonjakan permintaan jangka pendek, sebelum efek tarif benar-benar terasa di kuartal-kuartal mendatang.