Jika merujuk pada laman kebijakan tersebut, Meta menyatakan bahwa mereka dapat membatasi konten berdasarkan hukum nasional apabila dianggap melanggar peraturan tertentu, seperti ujaran kebencian, provokasi kekerasan, atau hal-hal lain yang dianggap sensitif secara politik dan sosial.
Namun, dalam kasus ini, banyak pihak mempertanyakan alasan konkret di balik pemblokiran akun @Muslim. Selama ini, akun tersebut dikenal luas karena membagikan berita, opini, dan edukasi seputar isu-isu Muslim secara global, termasuk Palestina, Islamofobia, hingga konflik di Timur Tengah. Beberapa analis menyebut bahwa keputusan India untuk memblokir akun ini bukanlah semata persoalan hukum konten, tetapi bisa juga dipengaruhi oleh tensi politik dan ideologis yang semakin tajam antara kelompok nasionalis Hindu dan komunitas Muslim.
Pemblokiran ini juga terjadi bertepatan dengan memuncaknya ketegangan militer antara India dan Pakistan, dua negara tetangga yang memiliki sejarah panjang konflik, termasuk soal Kashmir yang menjadi wilayah sengketa. Laporan terbaru menyebutkan bahwa kedua negara terlibat dalam baku tembak artileri berat di sepanjang perbatasan. Konflik ini dipicu oleh serangan rudal mematikan dari India ke wilayah Pakistan, yang menewaskan sedikitnya 43 orang.
Di tengah situasi geopolitik yang penuh tekanan ini, pemblokiran terhadap akun-akun media independen seperti @Muslim menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Beberapa pengamat melihat bahwa tindakan semacam ini bisa menjadi bagian dari strategi pengendalian narasi publik yang dilakukan oleh pemerintah di masa konflik. Dengan membatasi akses masyarakat terhadap sumber informasi alternatif, negara bisa lebih leluasa menyebarkan versi narasi mereka sendiri kepada publik.
Namun, bagi banyak warga sipil, terutama komunitas Muslim di India, langkah ini dianggap sebagai bentuk pembungkaman dan diskriminasi digital. Mereka merasa tidak hanya dikucilkan secara sosial dan politik, tetapi juga dihalangi untuk mendapatkan akses informasi yang merepresentasikan suara dan kepentingan mereka.