“Banyak orang bertanya-tanya apakah gletser bisa tumbuh kembali setelah mencair. Temuan kami menunjukkan bahwa jawabannya adalah tidak, setidaknya tidak dalam waktu dekat,” kata Dr. Fabien Maussion, salah satu peneliti utama dari Universitas Bristol, dikutip dari ScienceDaily pada Kamis, 22 Mei 2025.
Menurut perhitungan para peneliti, hingga tahun 2200 mendatang, kehilangan massa gletser akibat fenomena overshoot bisa mencapai 16% lebih banyak dibandingkan jika pemanasan global tidak melewati ambang batas. Bahkan pada tahun 2500, angka kehilangan tersebut masih berada di kisaran 11% lebih banyak. Dan ini belum termasuk kerusakan permanen sekitar 35% massa gletser yang diperkirakan akan hilang meskipun dunia berhasil menstabilkan suhu di angka 1,5 derajat Celsius.
Untuk menghasilkan simulasi ini, para ilmuwan menggunakan model sumber terbuka guna memproyeksikan evolusi gletser secara global, serta mengombinasikannya dengan proyeksi iklim dari Universitas Bern di Swiss. Hasilnya menunjukkan gambaran masa depan yang sangat mengkhawatirkan.
Lilian Schuster, peneliti dari Universitas Innsbruck yang turut terlibat dalam studi ini, menambahkan bahwa gletser di beberapa wilayah seperti Pegunungan Alpen, Himalaya, dan Pegunungan Andes Tropis kemungkinan besar tidak akan mengalami pemulihan dalam beberapa generasi ke depan. Ia menyatakan bahwa peluang untuk bisa melihat gletser kembali tumbuh baru akan terbuka sekitar tahun 2500 — dan itupun jika upaya mitigasi iklim berjalan dengan sangat baik.
Lebih jauh lagi, mencairnya gletser juga akan memberikan efek domino terhadap ketersediaan air bersih, terutama selama musim-musim kering. Fenomena yang dikenal sebagai peak water — saat aliran air dari gletser mencapai puncaknya — akan segera digantikan dengan trough water, yaitu saat cadangan es menipis dan aliran air menjadi sangat terbatas.