Astrofisikawan dari Harvard University, Jonathan McDowell, menyebut bahwa proyek ini memiliki keunggulan signifikan dalam hal efisiensi energi. Menurutnya, pusat data orbital dapat menggunakan tenaga surya secara optimal dan membuang panas langsung ke ruang hampa, sehingga mengurangi kebutuhan energi dan jejak karbon yang biasanya besar dalam pusat data di Bumi.
“Peluncuran ini merupakan uji terbang penting untuk membuktikan konsep jaringan komputasi orbital,” ungkap McDowell kepada South China Morning Post.
Dengan keberhasilan peluncuran awal ini, China tampaknya tidak akan berhenti di sini. Mereka berambisi untuk memimpin dalam pengembangan teknologi orbit, AI, dan superkomputer masa depan. Tiga hal tersebut dipandang sebagai pilar utama dalam persaingan geopolitik dan ekonomi global yang semakin intens.
Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari United States Space Force. Namun, banyak analis memprediksi bahwa peluncuran ini akan mempercepat balapan teknologi luar angkasa antara dua raksasa dunia tersebut.
Proyek Star Computing dapat menjadi titik balik yang menentukan masa depan teknologi orbit global. Jika berhasil, China tidak hanya akan unggul secara teknis, tetapi juga memperkuat pengaruhnya dalam peta kekuatan dunia berbasis teknologi tinggi. Dunia kini menanti bagaimana AS akan merespons, dan apakah kompetisi ini akan membawa kemajuan atau ketegangan baru dalam relasi internasional.