Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah dan Dampaknya Kini Nyata
Data dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menunjukkan bahwa Januari 2025 menjadi bulan ke-18 dari 19 bulan terakhir di mana suhu global melampaui 1,5°C dibandingkan era pra-industri. Kombinasi data dari enam lembaga internasional juga mencatat bahwa tahun 2024 adalah tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan suhu dunia.
Meskipun satu tahun melewati batas 1,5°C tidak berarti target jangka panjang Perjanjian Paris gagal total—karena perjanjian itu mengukur suhu rata-rata dalam dekade, bukan tahunan—namun tetap saja setiap perbedaan sepersepuluh derajat sangatlah signifikan. Tren pemanasan ini memperjelas arah yang sedang ditempuh Bumi, dan tanda-tandanya sudah dirasakan secara nyata oleh penduduk dunia.
Friederike Otto, ilmuwan dari Imperial College London, bahkan menyebut, "Tahun terpanas yang kita alami saat ini akan menjadi yang terdingin untuk generasi mendatang." Artinya, suhu ekstrem hari ini akan menjadi normal di masa depan—sebuah peringatan keras tentang dampak jangka panjang dari krisis iklim.
Wilayah-Wilayah Rentan: Asia Tenggara dalam Bahaya
Laporan IPCC juga memetakan wilayah yang paling terdampak dari kombinasi suhu tinggi dan kelembapan ekstrem. Jika suhu global mencapai 1,8°C saja, setengah populasi dunia diperkirakan akan hidup dalam kondisi yang tidak nyaman secara fisiologis pada tahun 2100.
Daerah-daerah dengan risiko tertinggi termasuk Asia Tenggara, sebagian wilayah Brasil, dan Afrika bagian barat. Kondisi ini akan menciptakan tantangan besar terhadap ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, dan infrastruktur sosial di negara-negara tersebut—termasuk Indonesia.
Pencairan Es Kutub dan Laut Arktik Jadi Sorotan
Salah satu indikator paling nyata dari krisis iklim adalah pencairan es di wilayah kutub. Menurut data C3S, luas es laut Arktik pada Januari 2025 tercatat sebagai yang terendah sepanjang sejarah. Lembaga NOAA juga mendukung temuan ini, mencatat bahwa pencairan tersebut hanya kalah dari satu kejadian serupa sebelumnya.