Dunia teknologi kembali diguncang oleh perubahan besar dalam peta persaingan raksasa industri global. Apple, perusahaan yang selama ini dikenal sebagai pemilik nilai pasar terbesar di dunia, resmi tergeser oleh Microsoft. Penyebabnya bukan hanya faktor internal, tetapi juga dipicu oleh gejolak kebijakan perdagangan yang diluncurkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Kebijakan tarif impor yang diberlakukan Trump terhadap banyak negara, terutama China, menjadi pukulan telak bagi Apple. Padahal, perusahaan berlogo buah apel tersebut sangat bergantung pada China—baik dari segi produksi komponen hingga proses perakitan iPhone.
Apple Terpukul Tarif Impor, Saham Anjlok Drastis
Langkah Trump menetapkan tarif terhadap impor dari negara-negara seperti China membuat biaya produksi Apple melonjak tajam. Sebagian besar komponen iPhone berasal dari China, dan negara itu juga merupakan pusat utama perakitan perangkat Apple.
Akibat kebijakan ini, saham Apple mengalami kejatuhan besar-besaran selama empat hari berturut-turut. Berdasarkan laporan CNBC International per 9 April 2025, harga saham Apple merosot hingga 23%, membuat kapitalisasi pasarnya turun ke angka US$2,59 triliun. Sementara itu, Microsoft yang relatif lebih aman dari tekanan tarif, justru naik ke posisi puncak dengan kapitalisasi pasar mencapai US$2,64 triliun.
Microsoft Bertahan, Apple Terjepit Persaingan dan Tarif
Dominasi Apple tak hanya terancam oleh kebijakan perdagangan, tetapi juga oleh kompetisi yang semakin ketat dari produsen smartphone asal China. Sepanjang tahun 2024, pengapalan iPhone turun 12,6% dibandingkan tahun sebelumnya (YoY). Konsumen mulai melirik alternatif dari brand-brand China yang menawarkan spesifikasi canggih dengan harga lebih bersaing.
Analis dari UBS memprediksi bahwa harga iPhone 16 Pro Max bisa mengalami kenaikan hingga US$350 atau sekitar Rp6 juta, jika tarif dan tekanan biaya produksi terus berlanjut. Ini bisa berdampak pada minat beli konsumen, terutama di pasar negara berkembang yang sensitif terhadap harga.