Namun, Agung mengingatkan agar lelang frekuensi 1,4 GHz tidak berujung pada peningkatan jumlah operator penyelenggara jasa internet yang terlalu banyak. Saat ini, jumlah operator seluler sudah cukup banyak, dan dengan jumlah anggota Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang mencapai 1.275, dia berpendapat bahwa tambahan operator justru bisa membebani industri ini. Terlalu banyaknya pemain di industri ini bisa menurunkan kualitas dan mengganggu kesehatan kompetisi.
Satu hal yang perlu diperhatikan dalam lelang frekuensi ini adalah mengenai harga yang dibebankan untuk penggunaan frekuensi, terutama harga IPFR (Income per Frequency Resource).
Agung berharap harga IPFR yang dibebankan dapat disesuaikan agar tidak terlalu mahal, karena hal ini akan berdampak langsung pada harga layanan internet fixed broadband. Jika biaya frekuensi terlalu tinggi, maka impian untuk menyediakan layanan internet dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat akan sulit terwujud.
Dari draf Rancangan Peraturan Menteri (RPM) ini, Komdigi berencana untuk memanfaatkan frekuensi 1,4 GHz guna memperluas penetrasi layanan fixed broadband di berbagai wilayah. Mengingat karakteristik frekuensi 1,4 GHz yang berbeda dengan frekuensi untuk layanan seluler, pembagian wilayah layanan juga akan disesuaikan secara regional.
Salah satu yang perlu diperhatikan adalah harga BHP (Biaya Hak Pengelolaan) frekuensi, yang tidak bisa disamakan dengan harga untuk operator seluler. Dengan harga yang lebih terjangkau, diharapkan penetrasi layanan fixed broadband bisa semakin merata dan mendukung perkembangan internet yang lebih cepat dan efisien di Indonesia.