Profesor kehutanan dari OSU, William Ripple, yang juga turut menulis makalah ini, mengungkapkan bahwa pola cuaca ekstrem yang terjadi di tahun 2023 menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Sayangnya, menurutnya, umat manusia belum melakukan upaya yang cukup signifikan untuk memperbaiki keadaan.
"Kami hampir tidak melihat adanya kemajuan nyata dalam usaha global untuk menangani perubahan iklim," ujar Ripple.
Industri Bahan Bakar Fosil dan Peran Pemerintah
Banyak pihak menuding industri bahan bakar fosil sebagai penyebab utama krisis iklim, tetapi makalah ini juga menyoroti peran pemerintah dalam memperburuk situasi. Alih-alih mengurangi ketergantungan pada energi fosil, banyak negara justru terus memberikan subsidi besar-besaran kepada industri tersebut.
Sebagai contoh, di Amerika Serikat (AS), subsidi bahan bakar fosil melonjak drastis dari US$531 miliar pada tahun 2021 menjadi lebih dari US$1 triliun pada 2022. Kenaikan ini memperlihatkan betapa besarnya dukungan yang masih diberikan kepada industri yang mempercepat laju perubahan iklim.
Para ilmuwan menegaskan bahwa transisi ke energi terbarukan adalah langkah yang wajib diambil untuk mencegah bencana lebih lanjut. Selain itu, mereka juga menyoroti pentingnya pengurangan konsumsi berlebihan, terutama di kalangan masyarakat kaya yang menyumbang emisi karbon dalam jumlah besar.