Pada tahun 2019, Tiko menyatakan ingin menutup perusahaan tersebut dengan alasan tidak mampu membayar sewa, hal ini menimbulkan kecurigaan. Kecurigaan semakin menguat pada tahun 2021 saat AW menemukan adanya dua dokumen P&L yang mencurigakan. AW membandingkan kedua dokumen tersebut dan menemukan dugaan bahwa laporan tersebut dimanipulasi untuk menyembunyikan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
Setelah melakukan audit investigasi melalui auditor independen, ditemukan adanya temuan perihal penggunaan dana sebesar Rp6,9 miliar yang tidak jelas peruntukkannya. Karena tidak ada itikad baik dari pihak Tiko, AW melaporkan peristiwa ini ke kepolisian. Laporan tersebut telah dilayangkan ke Polres Metro Jakarta Selatan pada tahun 2022 dan telah naik ke tahap penyidikan pada Februari lalu. Leo menjelaskan bahwa Tiko dapat dijerat dengan Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Kasus ini menimbulkan kehebohan di kalangan masyarakat, terutama penggemar Bunga Citra Lestari dan Tiko Aryawardhana. Hal ini juga mengundang perhatian dari media dan membuat publik mempertanyakan berbagai aspek terkait dugaan penggelapan ini. Selain itu, kasus ini juga memicu diskusi tentang pentingnya transparansi dan kejujuran dalam menjalankan bisnis dan keuangan perusahaan.
Dalam konteks ini, transparansi keuangan perusahaan, khususnya terkait dengan penggunaan dana, menjadi hal yang sangat penting. Kepercayaan dan integritas dalam hubungan bisnis dan personal merupakan fondasi yang sangat vital dalam membangun hubungan profesional dan pribadi. Kasus ini juga memberikan pelajaran bagi para pengusaha dan profesional di berbagai industri mengenai pentingnya menjalin kerja sama yang jujur dan adil dalam menjalankan usaha.