"Zulu" berhasil menangkap kehidupan di Afrika Selatan dengan latar belakang yang autentik dan terperinci. Penggambaran Cape Town yang kaya akan budaya dan kontras antara kemewahan dan kemiskinan memberikan kedalaman pada cerita, sementara sinematografi yang cermat menangkap keindahan dan kekerasan dari lingkungan tersebut.
Penyutradaraan Jérôme Salle menciptakan atmosfer yang gelap dan tegang, mencerminkan kekacauan dan ketegangan yang melingkupi dunia karakter. Adegan-adegan laga dan ketegangan disajikan dengan kecanggihan dan intensitas yang membuat penonton terpaku pada layar sepanjang film.
Namun, "Zulu" tidak hanya tentang aksi dan ketegangan, tetapi juga tentang cerita yang berbobot dan berarti. Film ini menggali masalah yang dalam tentang kekerasan, ketidakadilan, dan trauma yang masih membayangi Afrika Selatan pasca-apartheid. Melalui narasi yang kuat dan karakter-karakter yang kompleks, "Zulu" mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit tentang moralitas dan keadilan dalam masyarakat yang rusak.
Meskipun "Zulu" berhasil dalam banyak aspeknya, ada beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan. Plot film ini mungkin terasa agak kompleks dan sulit diikuti bagi beberapa penonton, terutama karena jumlah sub-plot dan karakter yang diperkenalkan. Selain itu, beberapa adegan terasa agak panjang dan lamban, mengganggu ritme keseluruhan dari cerita.