Film Pabrik Gula menjadi salah satu rilisan paling diperbincangkan dalam perfilman Indonesia tahun ini. Disutradarai oleh Raka Pratama, film ini menampilkan kisah kehidupan para pekerja pabrik gula di Jawa Tengah, namun dikemas dengan lapisan drama sosial, konflik moral, dan kritik tajam terhadap industri modern. Tidak hanya menawarkan hiburan, film ini juga mengajak penonton menelusuri sisi gelap yang jarang diketahui dari industri gula yang identik dengan “manisnya” kehidupan sehari-hari.
Sinopsis Film
Film ini mengisahkan Satria (Arga Prasetyo), seorang operator muda di pabrik gula yang bercita-cita memberikan kehidupan lebih baik bagi keluarganya. Pabrik gula, yang menjadi sumber penghidupan banyak warga desa, tampak sebagai simbol kemajuan ekonomi. Namun, di balik kesan tersebut, tersimpan kondisi kerja yang keras, tekanan manajemen yang tinggi, dan konflik sosial yang menguji solidaritas para pekerja.
Satria, yang masih baru di pabrik, awalnya terpesona dengan fasilitas modern dan teknologi canggih yang digunakan untuk mengolah tebu menjadi gula. Namun, seiring waktu, ia mulai menyadari kerasnya dunia industri: jam kerja panjang, upah yang tidak sepadan, serta kebijakan pabrik yang kadang merugikan pekerja. Ketegangan meningkat ketika manajemen memutuskan untuk meningkatkan produksi dengan menekan jam istirahat, memicu konflik internal antara pekerja dan pimpinan pabrik.
Selain konflik industri, film ini juga menyoroti kehidupan pribadi para pekerja. Satria berjuang menjaga hubungan dengan istrinya, Melati (Larasati Dewi), yang resah dengan risiko pekerjaan suaminya dan kondisi keuangan keluarga yang tidak stabil. Adegan-adegan keluarga ini memberikan sentuhan humanis di tengah kerasnya kehidupan pabrik. Penonton diajak merasakan dilema moral: mengejar penghasilan atau melindungi kesehatan dan kesejahteraan keluarga.