Perempuan yang memiliki kemandirian politik (al-istiqlal al-siyasah). Hal ini tercantum dalam QS al-Mumtahanah/60:12. Seperti Ratu Balqis, seorang perempuan penguasa yang mempunyai kerajaan superpower, laha arsyun adzim seperti yang tercantum dalam QS al-Naml/27:23. Perempuan yang memiliki kemandirian ekonomi (al-istiqlal al-iqtishadi), tercantum dalam QS al-Nahl/16:97 yakni kisah pemandangan yang disaksikan Nabi Musa di Madyan, perempuan pengelola peternakan (QS al-Qashash/28:23).0
Dari kisah ini kita bisa menyimpulkan bahwa perempuan juga bisa memiliki dan mengelola peternakannya sendiri. Perempuan memiliki kemandirian dalam menentukan pilihan-pilihan pribadi (al-istiqlal al-syakhshiy) yang diyakini kebenarannya meskipun mesti menghadapi suami bagi perempuan yang sudah berkeluarga (QS al-Tahrim/66:11), atau menantang opini publik bagi perempuan yang belum berkeluarga (QS al-Tahrim/66:12).
Perempuan dibenarkan untuk menyuarakan kebenaran dan melakukan gerakan oposisi terhadap berbagai kebobrokan (QS al-Taubah/9:71). Bahkan Alquran pun menyerukan perang terhadap suatu negeri yang menindas kaum perempuan (QS al-Nisa/4:5), karena laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi sebagai khalifatun fil ardl (QS al-Nahl/16:97) dan sebagai hamba (abid) (QS al-Nisa/4:124).
Kenalilah Potensi Diri
Menyuarakan kebenaran memang bukan tugas laki-laki semata. Banyak orang mempunyai pendapat bahwa fisik perempuan tidak cukup kuat untuk menghadapi banyak hal terutama untuk menyuarakan kebenaran. Padahal, menyuarakan kebenaran adalah tugas manusia yang mana terdiri dari perempuan dan laki-laki, bukan hanya laki-laki saja.
Saat Alquran menegaskan bahwa perempuan adalah manusia, maka laki-laki dan perempuan sama-sama menjadi subjek kehidupan seutuhnya. Mereka sama-sama hanya menghamba pada Allah SWT (Tauhid) dan sama-sama mengemban amanah kekhalifahan di muka bumi untuk wujudkan kemaslahatan seluas-luasnya, termasuk dalam rumah tangga. Dalam QS Al-Hujurat/49:13, Allah SWT menegaskan bahwa nilai manusia ditentukan oleh taqwanya, yakni sejauh mana tauhidnya mempunyai daya dorong sekuat mungkin untuk melahirkan kemaslahatan seluas-luasnya pada makhluk Allah SWT, dan sebaliknya punya daya tahan sekokohnya untuk tidak melahirkan kerusakan pada semesta.